29 Oktober 2010

E-Learning & Motivasi Belajar

Oleh : Reza Ervani *)
reza@rumahilmuindonesia.net

Format lebih baik dari artikel ini dalam bentuk pdf bisa diminta ke email penulis

Bismilahirrahmanirrahiim

Kamis, 28 Oktober 2010, penulis diundang oleh sebuah perusahaan susu terbesar di Indonesia dalam kapasitas sebagai konsultan Moodle dan E Learning. Rupanya, Departemen Training perusahaan ini hendak mengembangkan sebuah model dan sistem pembelajaran elektronik di lingkungan perusahaan, yang dimulai dari kantor pusat hingga seluruh cabang mereka yang ada di Indonesia.

Sebagai sebuah perusahaan multinasional, penulis menduga bahwa kultur yang ada di perusahaan ini tentulah memiliki perbedaan, sehingga menjadi menarik jika penulis juga mengeksplorasi hal budaya belajar yang mereka kembangkan.

Di sela-sela pertemuan dengan team IT dan Departemen Training perusahaan, penulis sesekali mengajukan pertanyaan mendasar. Salah satunya adalah tentang bagaimana upaya yang dilakukan untuk membentuk kultur belajar perusahaan.

Salah satu strategi yang mereka ungkapkan adalah penerapan reward untuk para karyawan di level induksi.

Strategi ini umum, tetapi rasanya akan menjadi menarik kalau kita sedikit kupas dalam sebuah artikel singkat, itulah motivasi awal lahirnya tulisan ini. Semoga bermanfaat

***

Di Psikologi Pembelajaran, ada beberapa penelitian yang dijadikan rujukan untuk sistem reward dalam pembelajaran, salah satunya adalah penelitian Edward Tolman.

Stephen B. Klain menulis salah satu kesimpulan Tolman sebagai berikut :

Tolman suggests that we do not need to be rewarded to learn. However, our expectations will not be translated into behaviour unless we are motivated. Tolman proposed that motivation has two functions : (1) It produces a state of internal tensions that creates a demand for the goal object and (2) it determines the enviromental features to which we will attend.

Di bagian lain :

Tolman felt that knowledge of the spatial characteristics of a specific environtment can be acquired merely by exploring the environtment. Reward is not necessary for the development of a cognitive map; reward influences behavior only when we must use that information to obtain reward. Tolman distinghuised between learning and performance by asserting that reward motivates behavior but does not affect learning.

Singkat kata, menurut Tolman, penghargaan hanya akan mendorong motivasi perilaku, tetapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan belajar. Atau dengan kata lain, sebuah lingkungan yang termotivasi belum tentu berbanding lurus dengan kemampuan belajar yang dimiliki individu-individu yang berada di dalamnya.

Mungkin simpulan yang lahir akan menjadi sedikit berbeda jika kita perluas dalam bingkai Pavlovian Conditioning, entah itu Classical Conditioning maupun Instrumental Conditioning. Tapi kita batasi dulu sampai disini agar tidak terlalu meluas.

***

Bagaimana dengan motivasi belajar di era digital ? Sebuah makalah penelitian yang kita tinjau dalam artikel singkat kali ini adalah "Maslow in the Digital Age" oleh Karen R. Juneau (The University of Southern Mississippi, USA ) dan Mary Jane Barmettler (The University of Southern Mississippi, USA)

Bagian-bagian dari makalah itu penulis salinkan disini :

Most of the physiological needs are biological needs that cannot be directly supported in the virtual world. The notable exceptions to this are sexual needs. Internet pornography is one of the largest industries on the Internet generating billions of dollars in revenue (Perdue, 2002).

Di bagian selanjutnya :

Maslow's third needs level is that of belonging and love. There is a large portion of Internet users who employ the Internet to fulfill the need to belong by maintaining contact with the people they already know. Pew (2006) reports that 91% of Internet users send or receive e- mail, 39% send instant messages, and 27% share files from their computers with others. There is another segment of people who use the Internet to establish friendships that may be very brief or that may last for long periods of time. According to the Pew Reports (2006), 22% of Internet users chat in chat rooms or engage in online discussions and 39% read someone else's online journal, Web log or blog, or use online social networking sites such as MySpace, Facebook, or Friendster (Pew, 2006).

Di bagian lain :

Maslow's final deficiency needs are those involving esteem. Esteem needs are described on two levels: the external or lower level needs for attention, recognition, and respect from others; and the internal, or higher level needs for self-respect, confidence, achievement, need for self-respect as a "higher" level need once it is achieved; it is much more difficult to lose than is the respect coming from other people (Boeree, 1998).

One social development that appears to be due to the rapid spread of information on the Internet is an obsession with fame.

The Internet allows individuals to become microcelebrities who are recognized for reasons divorced from the importance of their actual achievements (Chaudhry, 2007; Martin, 2006). For the first time in history, any individual can gain world wide recognition by posting their private lives on the Web (Fleur & George, 2005). As the celebrity roles in the Internet have expanded, once obscure bloggers gain real world fame as their Internet presence gains popularity (Stone, 2005). Although Internet fame is fleeting, it is an individual creation and it does provide opportunities for those who crave recognition to a degree that Maslow could not have imagined.

***

Dua tinjauan singkat itu memberikan kita gambaran, bahwa reward dalam pengembangan E Learning seharusnya mempertimbangkan dan diarahkan pada beberapa point berikut ini :

  1. Reward memiliki pengaruh minim pada perubahan gaya belajar dan kemampuan belajar. Reward mungkin bisa memotivasi, tapi tidak serta merta membuat kemampuan seseorang menjadi meningkat
  2. Imbalan berupa hadiah, bonus, kenaikan gaji justru bukan merupakan motivasi utama untuk mengembangkan kultur e-learning
  3. Lingkungan pembelajaran elektronik hendaknya membuka peluang untuk "kompetisi terbuka", dimana orang-orang bisa menunjukkan kemampuannya kepada umum, menjadi "terkenal" karena kemampuannya, karena inilah motivasi terbesar dalam pembentukan budaya belajar di era teknologi informasi.

Desain perangkat lunak pembelajaran, secara teknis, karenanya menjadi penting pula untuk mempertimbangkan hal-hal yang tersebut diatas.

Allahu 'Alam

*) Penulis adalah peneliti di Yayasan Rumah Ilmu Indonesia

28 Oktober 2010

PEMBELAJARAN BERBASIS ICT UNTUK MENINGKATAKAN MUTU PEMBELAJARAN

Oleh : I Made Darma,S.Pd.

A. Pendahuluan

Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi di era globlaisasi saat ini berimplikasi pada pergeseran paradima dalam sistem pendidikan. Pergerseran paradigma dalam pembelajaran melahirkan metode-metode baru yang berbasis teknologi informasi. Teori belajar modern melihat pembelajaran sebagai pencarian seseorang akan makna dan relevansi. Belajar tidak hanya untuk menguasai konsep-konsep atau prinsip-prinsip secara teoritik, tetapi juga untuk memahami dan menerapkannya secara bermakna untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan di dunia nyata. Dalam belajar makna yang dinegosiasikan dalam pembelajaran akan memberikan peluang kepada siswa untuk mambangun kecakapan hidup, baik yang berdeminsi personal, berpikir, social, akademik, maupun vokasional. Kecakapan hidup yang melandasi kemampuan pemecahan masalah sangat diperlukan oleh siswa baik sebagai individu, anggota keluarga, dan masyarakat, maupun sebagai warga Negara. Oleh karena itu esensi makna dalam belajar sangat penting sebagai pijakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mewujudkan fasilitas belajar. Belajar hendaknya mengakaitkan konten dengan konteks atau pembelajaran kontekstual. Hal ini dilandasi oleh filosofis pembelajaran, bahwa peserta didik dapat belajar apabila melihat makna dari materi pelajaran tersebut (Johnson, 2002). Hasil penyelidikan mengungkapkan bahwa hubungan antar bagian dari suatu sistem dapat memberikan makna. Hal ini sesuai dengan pernyatan Johnson (2002), bahwa makna muncul dari hubungan antar bagian, semua realitas di alam berada dalam suatu jaringan yang saling terkait, dan semua makna berasal dari hubungan-hubungan tersebut.
Pada sisi lain, pendidikan sain di sekolah selama ini tampaknya kurang dikaitkan dengan masalah-masalah real yang ada di seputar siswa seperti misalnya efek rumah kaca, polusi udara, proses perkaratan besi dan lain sebagainya. Di samping itu pembelajaran sain sekarang ini kurang membangun pemahaman siswa. Pengemasan pembelajaran hendaknya dimulai dari bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, bagaimana pesan pembelajaran itu dikemas, termasuk bagaimana kemasan pembelajaran itu dalam teks bahan ajar, bukan semata-mata hasil belajar (Brooks & Brook, 1993, Lawson, 1998).

B. Problem Based Learning

Salah satu kemasan pembelajaran yang memberikan peluang kepada siswa untuk mangaitkan antara konten dengan konteks sehari-hari adalah strategi pembelajaran berbasis masalah atau problem based-learning (PBL). Strategi ini memberi peluang kepada siswa untuk peka pada masalah-masalah real dan memecahkan masalah, merumuskan masalah, mencari solusi dan membangun pemahaman siswa. Strategi problem base-learning merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai rangsangan (stimulus) untuk belajar. Masalah-masalah yang disajikan berhubungan dengan dunia siswa. Masalah-masalah sangat kompleks dan tak terstruktur (Savoi, 1994, Barbara, 1995, Gijselaers, 1996, Barrow, 1996, Ibrahim, et al., 2004)

C. Pemanfatan Hypermedia
Perkembangan teknologi informasi telah menunjukan kontribusinya dalam menunjang dan meningkatkan dunia pendidikan, seperti munculnya istilah-istilah berkenaan dengan teknologi yaitu: e-learning, cyber education, learning technology dan sebagainya. Pada intinya pendekatan ini menggunakan teknologi hypermedia yang memberikan peluang penulisan kode simpul secara digital seperti teks, multimedia, model computer dinamik, dan simpul menjadi fleksibel dikoneksikan dengan hyperlink dengan teknologi komuniksi digital (Johnson, 2002).

D. ICT dalam Pembelajaran PBL
ICT adalah suatu teknologi baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengelola informasi/data dan berkomunikasi. Unsur –unsur dalam ICT adalah teknologi, informasi dan komunikasi. Dalam praktiknya teknologi diwakili oleh computer (perangkat keras) dan program-program aplikasi (perangkat lunak). Data/informasi dikelola dan dihasilkan dalam bentuk berbagai media seperti teks, grafik, gambar diam, foto, film, animasi dan lain-lain. Cara-cara berkomunikasinya memungkinkan untuk dilakukan secara maya. Dengan kata lain ICT dapat diartikan computers, contents dan communication.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah penyampaian informsi kepada siswa. Ukuran sukses suatu pembelajaran adalah apabila informasi atau pengetahuan yang disampaikan dipahami oleh siswa. Berikut adalah data kemampuan memory dalam suatu proses pembelajaran:
Belajar dari membaca 10%, belajar dari mendengar : 20%, belajar dari melihat : 30%, belajar dari melihat danmendengar : 50%, belajar dari berbicara : 80%, belajar dari berbicara dan melakukan : 90%.
Penelitian di atas menunjukan bahwa kemampuan memory orang untuk menerima informasi tergantung dari cara/jenis penyampaian dan informasi yang diberikan. Dengan melakukan sendiri secara nyata akan lebih mudah untuk diterima dan dipahami oleh siswa. Masalahnya tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan secara nyata. Penyebabnya materi/topic yang akan diajarakan sulit dilakukan (abstrak), membahayakan siswa, bahan praktek sulit didapat, akan merusak lingkungan, dan sebagainya. Sehingga solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan multimedia interaktif untuk menyampaikan materi yang sulit tersebut. Untuk keperluan multimedia interaktif diperlukan ICT.
Perubahan paradigma dalam pembelajaran berbasis ICT cukup signifikan, di antaranya pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher center), melainkan berpusat pada siswa (student center), pembelajaran mengarah pada pemecahan masalah (problem solving bases learning), pemebelajaran multisensorik, pembelajaran berbasis projet dan sebagainya. Perubahan dalam pembelajaran konvensional ke pembelajaran berbasis ICT adalah sebagai berikut:

ASPEK: KONVENSIOANAL KE BERBASIS ICT
Sumber: Terbatas ke Kaya & bervariasi
Proses: pasif ke Interaktif
Nuansa: Lokal ke Global
Aktivitas: Nyata ke Maya
Kurikulum: Ditentukan ke Disepakati
Guru : Konvensional ke Prpfesional

E. Multimedia Pembelajaran
Multimedia pembelajaran adalah segala sesuatu yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, kemauan yang belajar sehingga secara sengaja proses pembelajaran terjadi, bertujuan, dan terkendali. Komponen-komponen media yang dapat dikatagorikan multimedia adalah: teks, grafik, foto, video, suara dan animasi/simulasi.
Dalam membuat suatu multimedia pembelajaran, tidak harus seluruh media ditampilkan, penggunaan media yang tidak tepat justru akan mengaburkan konten yang ingin disampaikan, maka dari itu pemilihan media yang tepat harus menyesuaikan dengan konten yang akan disajikan. Setipa media memiliki karateristik masing-masing. Dan jika dua atau lebih media digabungkan menjadi satu dalam suatu multimedia yang terprogram, maka akan menimbulkan karakteristik baru yang kuat dan dasyat.
Teks:
· Menyederhanakan konsep yang rumit
· Perlu kemasan, kesepakatanm persepsi/budaya
Grafik/gambar diam
· Menampilkan suatu objek tunggal
· Memberikan kesempatan audien untuk mengamati lebih lama
· Bias menunjukan hubungan skematik atau struktur
Vidio/gambar bergerak:
· Visulaisasi proses
· Mampu membaw aaudience untuk memperhatikan secara detail
· Menunjukan hubungan antar objek
Suara/musik:
· Mendukung gambar
· Menyampaikan pesan verbal
· Membanguhn suasana
· Membangun emosi
Animasi:
. Mempercepat atau memperlambat

  • Simulasi:
    · Menunjukan sebab akibat
    · Virtual Lab


F. Internet Sumber informasi
Internet adalah gabungan dari jaringan-jaringan computer (LAN) yang saling terhubung yang terdapat di seluruh dunia. Di sisi lain internet adalah sumber informasi global yang memanfaatkan kumpulan jaringan-jaringan computer tersebut sebagai medianya untuk mengirim berita, memperoleh informasi ataupun mentransfer data.
Internet memberikan berbagai layanan kepada computer yang tersambung di dalamnya. Bila dimanfaatkan dengan benar, maka layanan tersebut dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sumber ilmu pengetahuan. Layanan-layanan internet yang popular digunakan di antaranya WWW, electronic mail, Internet relay Chat , FTP, forum diskusi, ( Mailing list), SMS protocol, Protokol Voip, Protokol video conference dan faxsimile.


G. Kesimpulan
Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan ICT dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dengan memanfaatkan ICT diyakini dapat mempermudah pemahaman materi pelajaran. Yang diperlukan untuk tujuan tersebut adalah bagaimana usaha sekolah agar memiliki infrastruktur dibidang ICT dan bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam memanfaatkan ICT dalam proses pembelajaran.